Dalam setiap diri siswa memiliki gaya belajarnya masing-masing.
Di dalam diri sang guru juga lah ada gaya mengajar masing-masing.
Apakah ini sebuah dilema? nantilah menjawab pertanyaan ini.
Anda boleh mengingat kebelakang, terahir Anda belajar membaca bahasa inggris, ingatkah Anda apa Indra yang Anda gunakan indra saat belajar bahasa inggris itu?
Apakah mendengarkan penjelasan guru di depan kelas terus-menerus?
Atau apakah mengucapkan dan mengulang perkataan guru saat Anda duduk di bangku sekolah itu? atau Anda sering mengulang dalam hati (suara hati) saat Anda di rumah agar mudah belajar memahaminya?
Namun juga banyak dari diri siswa yang senang belajar dengan melihat di papan tulis yang terletak di depan kelas, dan juga senang menonton tampilan proyektor LCD. Ini adalah gaya belajar visual.
Namun juga ada yang hanya mudah memahami dengan harus ‘mengimajinasikan’ ke depan apa gunanya belajar itu nantinya.
Dan satu gaya lagi yang sering kita lihat, namun jarang kita sadari, dan bahkan ada yang ‘membunuh’ gaya belajar siswa/mahasiswa’ dengan mengatakan hal-gal seperti “jangan menulis kalau Bapak lagi menerangkan!” atau pada kasus mahasiswa “tidak perlu ditulis slide di depan, nanti Ibu kasih filenya.”
Yang sebenarnya terjadi adalah Justru sang guru / sang dosen ini semualah yang ‘merasa benar’ bahwa efisien dalam mendidiknya, padahal sebaliknya.
Individu manusia memiliki gaya belajar masing-masing yang kita harus peka dengan mereka. Mereka hadir dengan keragamannya ada yang hidup belajar menyenangkan dengan ‘men-DENGAR’, ada juga harus ‘meng-UCAP-kan’, atau juga cepat nangkap kalau ‘me-LIHAT’, tetapi ada yang hanya bisa faham saat mampu ‘meng-IMAJINASI-kan’ apa yang akan terjadi / yang dapat dibuat nantinya. Dan bahkan ada hanya bisa tenang jika ‘me-NULIS-kan’ ke buku tulisnya. Inilah kita sebagai guru / dosen haruslah ‘IKHLAS’ dengan gayanya siswa/mahasiswa. Tidak sebaliknya.
TAPI, SAYA INGIN TAHU GAYA BELAJAR SAYA APA?
Jika Anda mau, ikutilah permainan berikut ini, permainan ini saya namakan sebagai “Wawancara Kognitif Diri Sendiri”.
Baca juga: Penjelasan Singkat Teknik Wawancara Kognitif
Baiklah berikut permainannya:
- Duduklah di kursi/di lantai, dan pastikan tidak ada orang yang menganggu Anda untuk beberapa menit, dan bersandarlah, dan catatlah waktu sebelum tahap 2. Lengkap dengan jam dan menit.
- Fokuskan mata Anda ‘HANYA’ ke arah artikel ini, dan buatlah kaki, tangan, dan kepala Anda tidak bergerak hingga akhir ini, jika ada nyamuk garuklah buat senyaman anda.
- Bayangkanlah masa lalu Anda yang menyenangkan saat belajar di SMA, atau di perkuliahan. Katakan dalam hati sekarang: “situasi apa ini?” atau “matapelajaran apa saat ini?”
- Seterusnya, Anda hanya perlu melihat wajah guru/dosen Anda, bergerak bagaimana? menatap Anda?
- Pindahlah perhatikan meja Anda duduk dan lihatlah apa yang ada di meja Anda. Ingatlah ini apa yang ada di meja Anda.
- Lalu, pindahlah perhatikan ke arah depan, apa yang Anda perhatikan? sebutkan dalam hati sebanyak mungkin.
- Terakhir, pindahlah perhatikan kursi yang Anda duduki sambil mendengarkan guru/dosen Anda. Sebutkan dalam hati apa yang terlintas pertama kali di hati Anda?
- Ambil nafas panjang hingga batas nyaman, tahan 2 detik, keluarkan lebih perlahan 3x dari menarik nafas. Berdirlah sekarang dan lihat jam dinding/arloji Anda? berapa menit semua proses ini?
Setelah selesai, baca ulang artikel ini dari awal, maka Anda akan tahu apa gaya belajar dominan atau muncul dalam “situasi Anda saat itu” dan “saat menyenangkan itu”.
Karena, setiap situasi dimanapun & kapanpun “tidak boleh dikatakan sama” pada “gaya belajar” tiap orang. Anda mungkin mulai ingat hebat saat menonton TV tertangis menikmatinya (menggunakan gaya belajar visual imajinasi), atau Anda di situasi yang lain ternyata Anda ‘CEPAT FAHAM’ mendengar ceramah di mesjid, tetapi selalu tidak faham jikalau situasinya disuruh membaca tulisan atau Ayat dalam sebuah kitab.
Pertanyaan dilemanya adalah bagaimana caranya agar sang Guru mampu menyesuaikan gaya belajar dominan kepada siswa? Ataukah siswa yang seharusnya menyesuaikan gaya belajar guru? Ini sangat sulit untuk kita jawab, karena sekolah itu sebuah sistem, bukan individual (kursus private/les).
Jadi secara statistik solusi yang benar adalah jika siswa berjumlah 30 orang dalam satu kelas, maka dalam hukum sosial pihak yang sedikit harus menyesuaikan dengan pihak yang banyak (alasannya adalah demi mengefisienkan waktu).
Artinya, benarkah guru harus menyesuaikan gaya mengajar (visual sensori LCD/gambar/video, auditory/musik/tanya jawab, kinestetik/menulis/mempraktekan, ataupun visual imajinasi) terhadap setiap siswa yang berjumlah 30 itu ?
Tetapi, hal ini hanya bisa terjadi jika jam 1 matapelajaran diperpanjang, karena akan tidak efisien menerapkan seluruh/mengganti gaya mengajar dalam 1 mata pelajaran dengan ke unikan setiap siswa, kecuali dalam sistem kursus/private les.
Jadi kesimpulannya adalah “sebuah dilema”. Solusi saya adalah siswa bersabar 🙂 karena itu takdir dunia sekolah 🙂
“The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched – they must be felt with the heart”. -Hellen Keller