KDRT adalah berasal dari singkatan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berarti perilaku yang telah dilakukan dalam lingkup rumah tangga.
Contohnya seperti suami, istri, maupun anak yang pada akhirnya KDRT mampu berdampak baik buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, maupun keharmonisan hubungan di dalam area rumah tangga (source: id.Wikipedia.org, 2017).
Atau juga arti lainnya, KDRT juga berarti setiap perbuatan terhadap penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (source: UU No.23 Tahun 2004).
Sedangkan pengertian rumah tangga mempunyai arti sendiri yaitu termasuk di antaranya suami, isteri, dan anak; orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Juga, orang yang bekerja sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan (source: UU No.23 Tahun 2004).
Kasus KDRT di Indonesia yang Pernah Terjadi
Contoh kasus kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya telah banyak bermunculan di negara kita ini, baik kekerasan pada anak hingga terjadinya perceraian.
Pertama, Kekerasan terhadap anak belakangan ini terjadi di Medan (Maret 2016) tidak lain anak tersebut masihlah seorang bayi. Menurut informasi yang beredar anak bayi ini ada 2 orang yang sering disiksa dan 1 di antaranya telah meninggal dunia akibat ulah Ayahnya sendiri (source: https://daerah.sindonews.com/read/1089487/191/penganiayaan-anak-kembar-hingga-tewas-terungkap-oleh-pembantu-1456822270).
Menurut Istri dari Ayah sang korban tersebut menyatakan suaminya memang telah sering menyiksanya dengan bentuk “dicubiti, ditampari,” kata sang Istri pelaku. (source: https://daerah.sindonews.com/read/1089487/191/penganiayaan-anak-kembar-hingga-tewas-terungkap-oleh-pembantu-1456822270).
Kasus Kedua, malah terjadi kekerasan pada suaminya sendiri (usia suami: 52) (pelaku: istri) di sebuah desa Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah (source: https://kumparan.com/taufik-rahadian/kesal-sering-dianiaya-istri-pukul-suami-pakai-palu-godam).
Motif sang istri setelah ditelusuri polisi ternyata karena sering dianiaya oleh suaminya sendiri selama tujuh tahun lamanya dalam berkeluarga. Adapun modus kekerasan yang dilakukannya pada saat korban/suaminya tidur di rumah yang sama dengannya dengan menggunakan palu godam. Akibat penganiayaan itu korban mengalami luka robek di bagian pelipis kepala kena palu godam sehingga dilarikan ke Rumah Sakit, namun kondisi status hubungan suami-isteri atau keluarganya belum diketahui apakah bercerai ataut tidak. (source: https://kumparan.com/taufik-rahadian/kesal-sering-dianiaya-istri-pukul-suami-pakai-palu-godam).
Kasus Ketiga, kekerasan pembantu rumah tangga yang marak muncul di Televisi kita, seorang majikannya (pria) yang tega menaruh setrika ke perut pembantunya (perempuan) sendiri, apakah ini sebuah kekejaman? ternyata tidak sepenuhnya, dibuktikan kemudian terdengarnya berita bahwa sang majikanpun ternyata memberinya obat-obatan juga setelah aksi kekejamannya tersebut (source: www.antaranews.com/berita/589400/polisi-tangkap-majikan-penyetrika-pembantu-rumah-tangga).
Motif yang diakui pelaku sendiri tak lain adalah kesal karena melihat pembantunya menampilkan ‘rasa ngantuk’ saat sedang kerja menyetrika suatu pakaian (source: www.antaranews.com/berita/589400/polisi-tangkap-majikan-penyetrika-pembantu-rumah-tangga).
Kasus keempat. Ada kekerasan yang akhirnya menimbulkan perceraian yang berefek sangat negatif terhadap anak-anaknya maupun kekasihnya sendiri.
Ada sebuah kasus yang agak mirip (tapi tidak sama), berita konflik artis Aming dan kekasihnya yang menurut pengacaranya sudah lama terjadi kekerasan verbal dan nonverbal dalam rumah tangganya, sehingga sekarang Aming mengajukan tuntutan/permohonan cerai ke pengadilan (source: http://www.jawapos.com/read/2017/03/04/113770/minta-cerai-aming-jadi-korban-kekerasan-evelin).
Kuasa hukum Aming pun memberitahukan motif cerai bukanlah karena profesi dia DJ, atau masalah anak yang keguguran, tetapi murni kekerasan verbal dan nonverbal, katanya (source: http://www.jawapos.com/read/2017/03/04/113770/minta-cerai-aming-jadi-korban-kekerasan-evelin).
Jadi, dalam kasus Aming ini anaknya sudah meninggal, jadi dampak kekerasan perceraian tidak ada. Kecuali mereka memiliki anak lainnya dalam satu rumah/keluarganya.
Kasus kelima. Jika kita ingin tahu sebenarnya perceraian dapat terjadi baik melalui KDRT, perselingkuhan, bahkan juga akibat perselisihan saja. Dalam kasus Angelina Jolie, http://www.tribunnews.com/seleb/2016/10/13/berpisah-sejak-digugat-cerai-angelina-jolie-ini-pertemuan-mengharukan-brad-pitt-dan-buah-hatinya
Robert Offer mengatakan Jolie ‘mengajukan perceraian’ pada Senin (19/09) dengan menambahkan keputusan itu diambil demi ‘kesehatan keluarga’. Menurut situs hiburan TMZ, Jolie menyebut ‘perbedaan yang tidak bisa didamaikan’ dalam dokumen pengadilan yang terdaftar dan diduga kuat meminta hak untuk mengasuh keenam anak mereka dengan hak berkunjung bagi Pitt. (source: http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/09/160920_majalah_pitt_jolie).
“Angelina kesal dengan kebiasaan Brad mengkonsumsi rokok dan alkohol, dan kemudian membuatnya menjadi temperamental, yang mana bisa membahayakan anak-anaknya …” (source: http://makassar.tribunnews.com/2016/09/21/ternyata-ini-alasan-angelina-jolie-gugat-cerai-brad-pitt-sungguh-mengejutkan?page=2)
Salah satu organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni UNHCR. Dalam organisasi ini, Jolie begitu concern pada isu-isu seperti pendidikan anak-anak, keimigrasian, hak asasi manusia, dan juga hak-hak perempuan. Saat Jolie dipercaya sebagai pengisi mata kuliah di LSE tersebut, ia menyampaikan bahwa dirinya merasa terdorong dengan adanya program master tersebut. “Syta berharap institusi akademik lainnya akan mencontoh ini (Program Master LSE), program ini sangat vital untuk menyebarkan diskusi mengenai betapa pentingnya hak-hak wanita dan pentingnya untuk mengakhiri pengabaikan kekerasan terhadap wanita” ujar Jolie dalam pidatonya di LSE beberapa waktu lalu. (source: http://makassar.tribunnews.com/2016/09/21/ternyata-ini-alasan-angelina-jolie-gugat-cerai-brad-pitt-sungguh-mengejutkan?page=4)
Faktor Penyebab KDRT yang Mungkin Berperan
Banyak juga yang memiliki anggapan penyebab KDRT adalah karena status ekonomi yang kurang memadai sehingga menimbulkan masalah dikeluarganya. Tetapi pendapat ini jika diamati tidak sepenuhnya benar dan juga tidak sepenuhnya salah. Karena banyak juga orang yang sumber penghasilan belum cukup terkadang dapat memicu masalah dalam keluarganya, namun tidak bisa dibilang juga ada di setiap orang.
Penyebab pertengkaran dalam rumah tangga yang lain status sosial. Apa itu status sosial? sebenarnya ini juga termasuk dalam status ekonomi mengapa. Jika dalam status sosial maka di dalamnya bisa jadi sebab jabatan yang tinggi sang suami-istri sama-sama bekerja di satu perusahaan yang sama hingga lupa anak kecilnya di rumah dan datang tengah malam menemui anaknya dan pembantunya. Ternyata Ibu bahkan bisa Ayahnya merasa kesal dan mulai marah dengan anaknya.
Masalah dalam rumah tangga ini memang tidak bisa dengan satu sebab saja Anda menyimpulkan, tetapi mungkin harus mulai melihat sudut pandang banyak faktor. Ada juga karena masalah etnis, meskipun jarang tetapi kasus yang lebih luas seperti kerusuhan antara satu suku dengan yang lain juga termasuk kekerasan dalam rumah tangga walaupun lebih luas ke rumah tangga yang lain.
Bagaimana dengan Level Pendidikan? Di sini kadang banyak masyarakat menilai calon suami yang hanya lulus smp atau sd merasa sulit merawat anaknya nanti, bahkan khawatir akan sering mengejek anaknya saja, padahal pendidikan tidak berarti selalu sebagai faktor kekerasan mental (ejekan) akan muncul.
Contohnya lagi Usia, ada Anak remaja yang super bijak berbicara ke orang tuanya tetapi justru kedengarannya oleh orangtua biasa saja, tetapi ada anak remaja sudah menikah di keluarga yang lain biasa saja berbicara sangat biasa tapi luar biasa didengar dan diterima orangtuanya. Mengapa ini terjadi? usialah bisa menjadi faktor utamanya, tidak hanya usia fisik tetapi usia mental atau kedewasaan juga terlibat. Bayangkan Ada orang yang sudah menikah dan belum menikah walaupun sama-sama remaja tetapi ‘PASTI’ akan dipersepsikan berbeda oleh orangtuanya, dan tentunya juga berbeda orangtuanya ‘MERASA KESAL’ dengan masing-masing jenis anak tersebut. Bisa marah atau menerima, bisa kesal atau sebaliknya. Tetapi sekali lagi, setiap faktor jangan dijadikan berdiri sendiri atau satu-satunya hal dalam menyimpulkan.
Kasus kekerasan karena faktor Agama pun bisa saja terjadi, begitu juga perbedaan profesi yang telah disebutkan sebelumnya tadi tentang suami istri yang berbeda jabatan.
Menteri Sosial Ibu Indraswara juga menambahkan terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini tidaklah selalu terkait dengan ekonomi keluarga katanya, berikut kata beliau, “Jadi tidak selalu terkait dengan status sosial ekonomi karena dari pengaduan yang datang melapor itu perempuan dari berbagai golongan, dari berbagai status sosial ekonomi, etnis, level pendidikan, berbagai usia dan agama juga, profesi juga beragam, … ” jelas Indraswara. (http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39180341)
Adapun seperti yang saya tuliskan di awal bahwa pengertian kekerasan ini tidak harus fisik, bahkan psikologis juga termasuk. Untuk itulah saat Anda tahu informasi ini mulai menerapkan ke Anak Anda atau Calon Anak Anda.
Sebagai penjelasan tambahan untuk Anda akan saya kutip pengertian kekerasan menurut para ahli, salah satunya adalah Bapak Reza Indragiri Amriel seorang akademisi, pengamat, dan ahli psikologi bidang forensik telah banyak berkomentar di media. Kata beliau kekerasan adalah “Kekerasan verbal dan psikis terhadap anak-anak, termasuk kekerasan di masyarakat (community violence) tidak boleh disepelekan, kekerasan verbal dan psikis itu … ” ungkapnya (source: http://m.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2016/11/15/105286/reza-kekerasan-apalagi-anak-anak-korbannya-tak-bisa-ditoleransi.html)
Macam macam kekerasan pada perilakunya atau bentuk bentuk KDRT yang terjadi pun, sungguhlah berbahaya hingga saat ini banyak terjadi di Indonesia dan seluruh dunia, di antaranya bentuk KDRT dari yang sangat besar dampaknya bahkan ada juga yang sangat kecil yang jarang kita hati-hati dalam memunculkan perilaku kekerasan ini. Dan baiklah berikut saya bagikan sedikit bentuk-bentuk kekerasannya yang pernah ada (source: http://www.smallcrab.com/anak-anak/550-beberapa-jenis-kekerasan-pada-anak):
- Immaturitas/ketidakmatangan/agresifnya orang tua terhadap ana,
- Harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku anak,
- Pengalaman negatif masa kecil dari orang tua yang disalurkannya,
- Isolasi sosial,
- Problem rumah tangga,
- Problem obat-obat terlarang dan alkohol.
- Ada juga orang tua yang tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Sedangkan pembagian bentuk kekerasan di dalam UU menjadi hanya 4 bentuk (source: UU Nomor 23 Tahun 2004):
- kekerasan fisik. Seperti Rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat, (i) Perusakan harta benda, (ii) perusakan harta benda, (iii) penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan
- kekerasan psikis. Seperti (i) mengejek/merendahkan/menghina nama panggilan, (ii) kritik yang berlebihan, (iii) tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, (iv) pemutusan komunikasi / pengabaian, (v) pelabelan negatif seperti “rendahnya nilainya itu..“
- kekerasan seksual;
- penelantaran rumah tangga.
Jadi, sadarkah kita semua?
Dampak KDRT Terhadap Masa Depan Korban
Korban kekerasan emosional dapat bereaksi dengan menjauhkan diri dari pelaku, internalisasi kata-kata kasar atau dengan menghina kembali pelaku penghinaan. Kekerasan emosional dapat mengakibatkan gangguan kasih sayang yang terganggu, kecenderungan korban menyalahkan diri sendiri, belajar untuk tak berdaya, dan terlalu bersikap pasif. (source: https://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak).
Bahkan di tingkat besar dampaknya sangat berbahaya terbentuknya dan terganggunya psikologis anak saat dia remaja/dewasa nanti memiliki Social Anxiety (masalah kecemasan sosial atau dulunya disebut fobia sosial).
Probabilitas kedua lainnya adalah terbentuknya masalah psikologis Schizoid Personality (masalah kepribadian skizoid) yang sering berusaha mengunci emosi dari kekesalan/ketidaknyaman terhadap orangtuanya baik dengan manifestesi emosi dingin/netral ataupun flight behavior/menjaga jarak kedekatan dalam hubungan sekeluarganya sendiri.
Kemungkinan lainnya lagi masih banyak lagi jenis-jenis masalah psikologis lainnya.
Efisienkah UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
Inilah pertanyaan yang sangat sulit dijawab oleh negeri kita sekarang ini, semoga saja Indonesia dapat mengendalikan dan mencegah kekerasan di setiap provinsi dan kota dengan baik dengan adanya UU KDRT ini.
Terimakasih telah membaca artikel yang bermanfaat ini. Untuk mendownload dan membacanya silahkan download UU KDRT pdf dengan klik link biru tersebut. Perlu juga Anda ketahui bahwa UU KDRT adalah hanya satu faktor kecil yang berpengaruh daripada faktor diri kita sendiri yaitu pengasuhan orangtua, keluarga, dan kekerasan lainnya dalam rumah tangga kita. Namun bukan berarti saya mengatakan faktor UU tidak berpengaruh. Jadi seperti kata Menteri sosial “UU perlindungan anak menyebutkan, tanggung jawab utama dalam memberikan perlindungan anak adalah para orangtua,” ujar Mensos (source: http://health.liputan6.com/read/2501532/mensos-uu-sebut-perlindungan-anak-berada-pada-orangtua).
So, what do you do guys? ….. to your family?