Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, perkembangan teknologi dan informasi berkembang cukup pesat. Media cetak maupun elektronik (baik televisi dan sosial media lainnya di internet) banyak menyajikan bacaan dan tontonan yang tidak jarang kurang memperhatikan moralitas, sopan santun, serta etika, termasuk tontonan dan bacaan untuk anak-anak.
Tanpa disadari, perkembangan di era globalisasi ini secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan moral anak, dan menimbulkan sejumlah permasalahan kompleks bagi bangsa ini, yaitu krisis moralitas.
Akhir-akhir ini sering kali kita disuguhi berita anak sekolah yang menganiaya guru, anak sekolah yang melakukan pelecehan terhadap temannya, serta keonaran lainnya yang dilakukan oleh anak usia sekolah. Sungguh memprihatinkan. Mengapa anak usia sekolah justru sering melakukan hal-hal yang melanggar moral dan hukum?
Dalam ilmu psikologi, perilaku tersebut dapat dikategorikan dalam perilaku delinkuen, yakni tindakan yang melanggar hukum dan dilakukan oleh orang yang berada di bawah usia hukum. Delinkuen tidak hanya sebatas perilaku tindak kriminal, namun perilaku perilaku amoral pun digolongkan sebagai perilaku delinkuen.
Tentu saja, perilaku seperti ini sangat meresahkan orang di sekitarnya. Beberapa penelitian psikologi menunjukkan bahwa ada hubungan antara penalaran moral dengan perilaku delinkuen pada remaja.
Hal ini juga didukung dengan hasil temuan lain yang menunjukkan bahwa penilaian moral sangat kuat hubungannya dengan perilaku delinkuen. Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa moral memiliki peran dalam kehidupan manusia.
Mengajari anak tentang nilai moral mungkin menjadi salah satu tantangan terbesar bagi orang dewasa
Bukan hanya orang tua, tapi keluarga besar, tenaga pendidik, bahkan seluruh orang dewasa berkontribusi dalam hal ini. Moral dipahami sebagai sesuatu yang kompleks, abstrak, dan konsep yang sering sulit dipahami anak-anak.
Selain itu, dikarenakan moral dapat berbeda di antara budaya dan agama, mungkin akan lebih kompleks untuk menjelaskan kepada anak-anak mengapa moral yang dijalani keluarga Anda penting dan berharga. Anak-anak yang diajari nilai-nilai moral sejak dini dan teratur cenderung lebih mengembangkan perasaan hati nurani yang diperlukan untuk membuat mereka berpikir dua kali sebelum merespons sesuatu.
Meskipun demikian, tetap saja ada kemungkinan anak melakukan kesalahan dan terkadang berperilaku buruk; yang terpenting adalah menggunakan kesalahan tersebut sebagai kesempatan belajar.
Sedari awal kita membahas tentang moral dan moralitas…
Sebenarnya, apakah Anda sudah tahu apa itu moral?
Secara umum moral dipahami sebagai suatu konsep benar salah sesuai nilai, budaya, dan agama yang dianut. Pemahaman tentang moralitas dan perasaan anak-anak tentang benar dan salah tergantung pada lingkungan tempat mereka tumbuh, serta pada keterampilan emosional, kognitif, fisik, dan sosial mereka.
Menurut ilmu psikologi, moral diidentifikasikan dengan penyelesaian antara kepentingan diri dan kepentingan lingkungan yang merupakan hasil timbang menimbang antara komponen tersebut.
Moral juga didefinisikan sebagai kebiasaan seseorang untuk berperilaku lebih baik atau buruk dalam memikirkan masalah‐masalah sosial terutama dalam tindakan moral. Moralitas adalah kemampuan untuk melihat perbedaan antara benar dan salah dalam perasaan (afektif), pikiran (kognitif), dan tindakan (perilaku).
Tiga konsep utama yang harus dipahami bahwa moral terbagi menjadi 3, yakni: penalaran moral (cara memberikan penilaian terhadap nilai budaya, etika, norma, dan juga kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan suatu tindakan), emosi moral (perasaan malu dan bersalah, kecewa, bangga, marah, elevasi, rasa berterimakasih, dan empati), serta perilaku moral (bagaimana cara seseorang harus berperilaku dan bersikap kepada orang lain). Mengajarkan konsep ini kepada anak-anak adalah tujuan utama mendidik anak. Perkembangan moral berkaitan dengan konsep-konsep moralitas yang dipelajari anak sejak bayi hingga dewasa.
Tahukah Anda bahwa…
Moralitas juga ada tahap perkembangannya dalam kehidupan manusia?
Perkembangan moral adalah proses di mana anak-anak mengembangkan sikap dan perilaku yang tepat terhadap orang lain dalam masyarakat, berdasarkan norma sosial dan budaya, aturan, dan hukum. Menurut Santrock, salah seorang ilmuwan psikologi, perkembangan moral adalah salah satu dimensi penting dalam perkembangan sosioemosional anak.
Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh individu dalam interaksinya dengan orang lain.
Untuk membantu anak-anak Anda membedakan antara apa yang benar dan salah, Anda perlu mulai meletakkan fondasi moral yang kuat di tahun-tahun awal mereka. Mengetahui tahap perkembangan moral anak-anak adalah kuncinya. Proses perkembangan moral memang tidak bisa dijauhkan dari rentang perkembangan yang terjadi pada masa anak-anak, karena perkembangan moral memang menjadi satu fase tersendiri dalam perkembangan seorang individu, terutama pada masa anak-anak.
Apa saja yang terjadi dalam perkembangan moral?
Perkembangan moral adalah proses yang terjadi berkat sosialisasi dan pembelajaran norma-norma yang mengatur masyarakat. Moral muncul dalam setiap individu melalui berbagai fase kehidupan. Tidak dipungkiri lagi, perkembangan moralitas sangat tergantung pada norma-norma yang diterima anak-anak dari keluarga mereka.
Jean Piaget, seorang psikolog yang fokus dalam perkembangan kognitif anak menyatakan bahwa anak-anak melewati dua tahap utama penilaian moral.
Dia menyebut tahap pertama, nol sampai tujuh tahun yaitu heteronomi, dimana ada batasan moralitas sesuai arahan orang tua atau orang dewasa di sekitarnya. Setelah tujuh tahun, tahap otonomi (mampu memutuskan sendiri) dimulai secara bertahap. Menurut pengamatannya, perkembangan moral anak tergantung pada keterampilan kognitifnya. Selanjutnya, teori perkembangan moral ini dilanjutkan oleh Lawrence Kohlberg, seorang profesor psikologi Harvard. Ia mengajukan teori pengembangan moral dengan tahapan di bawah ini:
- a) Tingkat Prakonvensional, terjadi sebelum individu sadar akan norma sosial.
Tahap 1: Orientasi hukuman-kepatuhan (sekitar 2 atau 3 tahun sampai dengan 5 tahun)
Anak-anak kecil berperilaku adil karena mereka takut pada otoritas dan mengikuti aturan untuk menghindari hukuman.
Tahap 2: Egoisme / individualism (dari umur 5 sampai 7 tahun)
Tindakan yang benar adalah tindakan yang memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Timbal balik pada tahap ini bukan tentang kesetiaan atau keadilan.
- b) Tingkat Konvensional, sumber otoritas individu tidak hanya orang tua, melainkan juga kelompok sosial, seperti keluarga besar dan teman.
Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi / orientasi ”Anak Manis” (usia 7 sampai 12 tahun)
Tindakan yang benar adalah yang menyenangkan dan membuat orang lain terkesan. Anak cenderung prihatin dengan kesan yang ia tinggalkan pada orang lain, dan mencari persetujuan orang lain atas perilaku baiknya.
Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban (rata-rata usia 10 sampai 15 tahun)
Perilaku benar berarti melakukan kewajiban seseorang, kepatuhan pada norma-norma sosial untuk kepentingannya sendiri, dan menghormati otoritas.
- c) Tingkat Pascakonvensional, moralitas individu melampaui kerangka referensi kelompok masyarakat.
Tahap 5: Orientasi kontrak sosial (pada beberapa kasus dimulai sejak usia 12 tahun)
Anak mengakui prinsip-prinsip universal, hak-hak individu dan dasar serta norma-norma sosial. Selain dari apa yang disepakati sebagai benar, tindakan yang benar juga tentang nilai dan pendapat pribadi.
Tahap 6: Orientasi prinsip etika universal
Tindakan yang benar ditentukan oleh hati nurani anak sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri.
Peranan Orang Dewasa dalam Perkembangan Moral Anak
Jika Anda sudah tergolong sebagai orang dewasa, maka Anda memiliki peran aktif dalam membentuk fondasi moral pada anak-anak di sekitar Anda dan dapat menggunakannya untuk membantu anak-anak tersebut tumbuh menjadi manusia yang penuh perhatian, peka terhadap lingkungan, serta menjunjung tinggi nilai dan norma yang berlaku.
Anak-anak belajar moral dari orang yang paling dekat dengannya. Berikut adalah beberapa pencerahan tentang cara memperkenalkan moral pada anak-anak.
Jadilah Role Model Yang Baik
Anak-anak sangat mudah dipengaruhi dan hal yang bisa dilakukannya adalah meniru perilaku orang dewasa. Inilah sebabnya mengapa penting untuk menunjukkan kebaikan dan kasih sayang dalam cara Anda berurusan dengan orang lain terutama di depan anak-anak tersebut. Jadilah teladan bagi diri Anda sendiri sebelum mengajarkan kepada anak-anak. Anda juga perlu menjaga tontonan apa saja yang dilihat karena anak dapat mengimitasi apapun yang dilihatnya, termasuk dari tontonan televisi maupun gadget.
Berikan Pemahaman Dasar Konsep Benar Salah
Sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada anak tentang batasan jelas antara apa yang dapat dilakukan dan apa yang perlu dihindari.
Luangkan waktu untuk menjelaskan kepada anak mengapa perilaku tertentu seperti berbohong atau menyakiti orang lain adalah salah. Motivasi anak untuk bertindak dengan norma yang dapat diterima. Gunakan ini sebagai kesempatan untuk mengajarkan pelajaran moral kepada anak. Ajari anak bagaimana perilaku buruk memengaruhi orang lain dan bagaimana hal tersebut juga bisa memengaruhi dirinya.
Bicaralah dengan anak Anda tentang situasi hipotetis di mana mereka harus menilai pikiran mereka dan membuat pilihan. Misalnya, “Jika temanmu diganggu, apa yang akan kamu lakukan?” Ajarkan bahwa moral yang baik memiliki konsekuensi yang baik pula. Namun jangan lupakan bahwa Anda sebagai orang dewasa juga harus menaati komitmen dan berperilaku sesuai dengan apa yang sudah Anda ajarkan kepada anak-anak tersebut.
Penguatan Positif dan Negatif
Berilah hadiah atas perilaku yang benar secara moral dengan penguatan positif (positive reinforcement), minimal berupa pujian, sehingga anak Anda tahu bahwa ia dihargai karena melakukan hal yang benar. Hal ini akan membantunya mengetahui apa yang diharapkan oleh orang lain terhadap darinya.
Tidak lupa untuk selalu memberikan semangat agar anak paham bahwa apa yang dilakukannya benar. Jika melakukan kesalahan, berikan pemahaman bagian mana dari perilakunya yang salah.
Jika diperlukan, Anda bisa memberikan penguatan negatif (negative reinforcement) dengan harapan anak tidak akan mengulangi hal tersebut dan berubah menjadi hal yang sifatnya positif. Contoh penguatan negatif yang bisa dilakukan berupa teguran, peringatan, atau hukuman edukatif. Sangat tidak disarankan memberikan hukuman fisik atau psikis yang justru membuat anak trauma atau semakin membangkang.
Ajak Anak Melakukan Kegiatan Pengembangan Moral
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan moral anak. Salah satunya adalah mengajak anak untuk turut aktif dalam kegiatan individu, kelompok, dan pendidikan untuk membantu proses penanaman nilai moral.
Kegiatan tersebut dapat membantu anak menanamkan rasa kebersamaan yang kuat dan mengasah ide pada anak. Contoh sederhananya adalah mengajak anak untuk bekerja berdampingan ketika membersihkan taman atau membantu merapikan mainan setelah bermain bersama teman.
Hal ini akan membantu anak tumbuh menjadi individu yang terampil secara sosial dan emosional. Perkembangan moral pada anak-anak adalah bagian penting dari proses pertumbuhan mereka dan dapat membantu mengarahkan mereka ke arah yang benar. Adalah penting bahwa Anda mengambil kesempatan untuk membantu anak memahami dan menginternalisasi nilai-nilai positif dan baik sejak kecil
Alihkan Permainan dari gadget ke permainan tradisional
Cara lainnya bisa dilakukan dengan mengganti permainan di gadget dengan permainan tradisional. Dalam ilmu psikologi hal ini disebut play therapy. Permainan tradisional dikatakan memiliki nilai terapeutik untuk membantu meningkatkan moralitas anak.
Nilai terapiutik dalam hal ini adalah nilai yang terkandung dalam permainan yang mempunyai manfaat dalam membantu mengatasi permasalahan anak Salah seorang Dosen Universitas Muhammadiyah Malang, Dr. Iswinarti, M.Si., Psikolog, pemerhati psikologi anak dan psikologi permainan, melihat bahwa permainan tradisional yang berupa game punya nilai manfaat terhadap perkembangan fisik-motorik, intelektual, sosial ekonomi, emosional dan kepribadian anak.
Ia mengatakan permainan tradisional punya nilai-nilai sosial dan psikologis yang tinggi. Iswinarti telah mengemukakan metode BERLIAN, yaitu Bermain, ExpeRiential, LearnIng, Anak. Metode ini berfungsi membantu anak menemukan makna dari pengalaman ketika mereka bermain permainan tradisional.
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak SD di Malang ini menunjukkan bahwa anak-anak yang bermain permainan tradisional disertai metode BERLIAN lebih mengalami peningkatan kompetensi sosial dibandingkan anak-anak yang bermain permainan tradisional tapi tidak disertai dengan metode BERLIAN.
Jadi, tidak sembarang permainan bisa meningkatkan moralitas anak. Harus ada orang dewasa yang paham dan juga mengawasi dalam hal ini. Beberapa permainan itu diantaranya engklek, booy-boyan, congklak, dan story telling.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas…
Sudahkah Anda merasa berkontribusi dalam perkembangan moralitas anak-anak di sekitar Anda?
Pada kesimpulannya, anak memulai perkembangan moral mereka sejak bayi. Anak-anak memiliki cara yang berbeda dalam memandang tokoh-tokoh otoritas serta masyarakat dan dunia pada umumnya seperti balita, anak-anak prasekolah, anak usia sekolah dasar, dan praremaja atau remaja.
Lingkungan, keluarga dan teman-teman masa depan mereka akan memainkan peran yang berpengaruh dalam nilai moral dan kebiasaan yang mereka serap. Ini akan membantu mereka mempelajari bagaimana peranan mereka kelak ketika berada di tengah lingkungan sosial.
Sebagai orang dewasa, ada baiknya kita mulai memperhatikan kondisi anak-anak di sekitar kita, entah anak Anda, ponakan, sepupu, tetangga, atau mungkin ada diantara Anda yang merupakan tenaga pendidik, tentu mendidik moralitas anak sangatlah penting. Jangan sampai kita melupakan bahwa tanggung jawab setiap orang dewasa untuk mewariskan harta nilai moral yang tak ternilai kepada anak-anak di sekitar mereka, sehingga besok anak-anak tersebut akan meneruskannya kepada generasi berikutnya.
I believe the children are our future. Teach them well and let them lead the way. Show them all the beauty they possess inside.” – Whitney Houston
REFERENSI:
Iswinarti. (2005). Identifikasi Permainan Tradisional Indonesia. [Laporan Hasil Survei]. Malang: Fakultas Psikologi UMM.
_______. (2010). Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Humanity: Jurnal Penelitian Sosial. Vol. 6 No.1. Hal.41-44. Malang: DPPM UMM.
Stams, G. J., Brugman, D., Dekovic, M., Rosmalen, L., Lan, P., & Gibbs, J. C. (2006). The Moral Judgment of Juvenile Delinquents: A Meta-Analysis. Journal of Abnormal Child Psychology, 34, 692-708.
Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (edisi kelima). (Penerj. Achmad Chusairi, Juda Damanik; Ed. Herman Sinaga, Yati Sumiharti). Jakarta: Erlangga.
Selfe, A. (2013). Children’s Moral Reasoning, Moral Emotions and Prosocial Behaviour: The: Educational Implications. Thesis. Cardiff University.
thebrain.mcgill.ca/flash/i/i_09/i_09_s/i_09_s_dev/i_09_s_dev.html
www.momjunction.com/articles/stages-of-moral-development-in-children_0082017/#gref
parenting.firstcry.com/articles/moral-development-in-children/
www.umm.ac.id/id/arsip-koran/kedaulatan-rakyat/permainan-tradisional-punya-nilai-sosial-dan-psikologis-tinggi.html
www.wisdomtimes.com/blog/imparting-moral-values-in-children/