Suryo dan Anna adalah sepasang kekasih yang telah menjalin hubungan sejak 3 tahun yang lalu. Namun, dibalik kebahagiaan yang tampak, sebenarnya hubungan mereka saat ini sedang berada di ujung tanduk.
Hal ini terjadi karena Suryo merasa bahwa sepertinya Anna secara mental belum siap melangsungkan pernikahan dengannya.
Beberapa hari yang lalu, Suryo mendapati Anna sedang pergi hanya berdua dengan mantan kekasihnya, yang Suryo tahu betul masih berusaha menjalin hubungan yang dekat dengan Anna.
Hal ini, bukanlah pertama kalinya Suryo mendapati Anna masih berkomunikasi dengan mantan kekasihnya tersebut.
Sebelumnya, beberapa kali Suryo pernah mendapati mereka saling berkomunikasi melalui media sosial. “Anna, kamu harus menjaga dirimu dengan tidak terus berhubungan dengan mantan kekasihmu itu. Apalagi bercanda begitu akrab dan mengenang hubungan kalian yang telah lalu. Saya merasa bahwa dia memiliki niat yang tidak baik dengan hubungan kita.”
Itulah nasehat Suryo yang tak pernah diindahkan oleh Anna.
“Mas Suryo, saya ini sudah dewasa, saya tahu betul apa yang boleh dan tidak boleh saya lakukan. Apa salahnya menjalin silaturahmi dengan teman lama?” Inilah penolakan Anna terhadap nasehat dari Suryo.
Di tengah rasa lelah karena nasehatnya yang tak kunjung diindahkan, sebenarnya Suryo masih berharap agar Anna merubah tingkah lakunya.
Suryo pun percaya,
Bahwa sebenarnya Anna memiliki perasaan yang sama dengannya. Masih ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.
Hanya saja,
Persiapan pernikahan yang begitu melelahkan ternyata malah mendorong Anna untuk mencari hiburan dengan cara yang tidak seharusnya.
Hari ini,
Suryo mengajak Anna untuk bertemu di sebuah restoran,
Setelah selesai menyantap makanan,
Suryo pun akhirnya mengatakan pada Anna, “Anna, saya lihat sepertinya kamu cukup lelah menjalani hubungan dengan saya, ditambah lagi dengan rumitnya persiapan pernikahan kita. Kamu adalah orang yang paling tahu mengenai apa dan siapa yang akan mampu membahagiakanmu kelak.
Jika, kamu merasa bahwa saya bukanlah seseorang yang mampu membahagiakanmu Anna, maka saya rela mengikhlaskanmu dengan dia yang lebih pantas dan mampu membahagiakanmu.
Saya tidak ingin melihat kamu terpaksa melangsungkan pernikahan dengan saya hanya karena kita telah mempersiapkannya sejauh ini.”
Butuh banyak keberanian bagi Suryo untuk mengungkapkan kalimat tersebut. Karena Suryo tahu persis kalimat tersebut memiliki dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, Anna akan setuju untuk menyudahi hubungan dan membatalkan pernikahan mereka.
Kemungkinan kedua, kemungkinan yang sangat diharapkan oleh Suryo, Anna akan sadar bahwa tingkah lakunya adalah sebuah kesalahan, merubahnya, dan kembali pada Suryo.
Dan, seperti yang diharapkan Suryo, setelah mengalami cekcok dan Anna menangis luar biasa hebat, Anna pun memutuskan untuk kembali pada Suryo.
Menyudahi kedekatannya dengan mantan kekasihnya, dan melanjutkan rencana pernikahan mereka. Menyadari bahwa apa yang ia lakukan merupakan sebuah kesalahan dan ia masih yakin bahwa Suryo adalah yang terbaik baginya.
Pada artikel ini, tentunya kita tidak akan membahas kelanjutan dari cerpen hubungan Suryo dan Anna.
Melainkan, membahas tingkah laku Suryo dan Anna sebagai dua orang individu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Apa yang terjadi pada Suryo dan Anna, pastinya sering kita temui pada kehidupan sehari-hari.
Dimana, Suryo yang meminta secara langsung pada Anna untuk merubah tingkah lakunya, ternyata tidak mendapatkan respons yang ia inginkan dari Anna.
Bukannya menurut pada perkataan Suryo dan berhenti melakukan tingkah laku yang tidak sebaiknya ia lakukan, Anna justru tidak mengindahkan perkataan Suryo dan terus saja melakukan tingkah laku yang sama.
Di sini, Suryo sebagai pihak yang ingin merubah tingkah laku Anna, akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri ‘melepaskan’ Anna sebagai kekasihnya.
Tentunya ini ia lakukan atas keyakinannya bahwa Anna masih memiliki perasaan dan keinginan yang sama dengannya. Dengan meminta secara tidak langsung agar Anna ‘pergi’, Suryo justru mendapatkan apa yang ia inginkan.
Yakni,
Kesediaan Anna untuk merubah tingkah lakunya,
Menyadari kesalahannya,
Dan tetap menjaga komitmennya untuk melangsungkan pernikahannya dengan Suryo. Dan, apa yang Suryo lakukan inilah yang kemudian kita sebut dengan istilah [1]“Strategic Self-Anticonformity (SSA)” atau yang seringkali kita kenal sehari-hari dengan [2]“Reverse Psychology (Psikologi Terbalik)”.
STRATEGIC SELF-ANTICONFORMITY (SSA)
Di dalam beberapa literatur Psikologi Sosial, [3]Paul Nail (2002; dalam Nail & MacDonald, 2000) menyebut Reverse Psychology sebagai Strategic Self-Anticonformity, yakni sebuah strategi mempengaruhi orang lain yang dilakukan seseorang dengan cara menampilkan tingkah laku yang berlawanan di depan publik dengan apa yang sesungguhnya ia yakini di dalam dirinya.
Tujuan dari tingkah laku ini tentu saja agar orang yang dituju bertindak berlawanan dari apa yang diminta di depan publik, yang justru merupakan sasaran utama yang sesungguhnya.
Sebelum bicara lebih lanjut mengenai SSA, ada baiknya jika kita memahami dulu mengenai istilah conformity dan anticonformity. [4]Conformity adalah suatu kondisi dimana seseorang merubah tingkah laku atau kepercayaannya agar bisa sesuai dengan orang lain.
Berlawanan dengan conformity, anticonformity merupakan suatu kondisi dimana seseorang merubah tingkah laku atau kepercayaannya agar tidak sesuai dengan orang lain atau kelompoknya. Seringkali, anticonformity muncul dalam bentuk tingkah laku yang berlawanan dengan conformity.
Pada kisah Suryo dan Anna, tentunya kita masih ingat bahwa alih-alih kembali meminta Anna untuk merubah tingkah lakunya secara langsung, Suryo yang masih ingin melanjutkan hubungan dengan Anna, justru memberi pilihan bagi Anna untuk ‘pergi’ dan mengakhiri hubungan dengannya.
Di sinilah muncul anticonformity, secara khususnya self-anticonformity.
Dimana, Suryo justru memilih untuk ‘mengkhianati’ keinginannya mempertahankan hubungan dengan meminta secara tidak langsung kepada Anna untuk ‘pergi’ dan mengakhiri hubungan.
Mengapa self-anticonformity? Tentu saja karena bukannya mengkhianati Anna, Suryo justru mengkhianati dirinya sendiri. Dirinya yang masih tetap ingin melanjutkan hubungan dengan Anna.
Lalu, bagaimana dengan conformity pada kisah ini?
Conformity yang tentunya menjadi tujuan utama dilakukannya SSA oleh Suryo sebagai strategi untuk mempengaruhi Anna. Berbeda dengan anticonformity yang muncul sebagai pergolakan pribadi Suryo—yang membuatnya disebut dengan self-anticonformity, conformity di sini muncul ketika Anna melakukan hal yang berlawanan dengan permintaan terakhir Suryo di depan publik.
Sekilas hal ini memang tampak seperti anticonformity dari sudut pandang Anna.
Dimana, Anna memutuskan untuk tidak ‘pergi’ dan justru merubah tingkah lakunya seperti yang diminta Suryo. Namun, jika kita lihat dari sudut pandang Suryo, sebenarnya Anna justru melakukan conformity pada Suryo.
Karena, sedari awal, Suryo memang tidak menginginkan Anna ‘pergi’. Suryo hanya ingin agar Anna bisa bertingkah laku sesuai dengan apa yang ia inginkan.
MENGAPA STRATEGIC SELF-ANTICONFORMITY DIGUNAKAN?
Setelah memahami tingkah laku apa yang dilakukan oleh Suryo kepada Anna, sudah pasti pertanyaan yang akan muncul berikutnya adalah : “Mengapa Suryo melakukan SSA kepada Anna?”. Berikut adalah beberapa [5]faktor yang mampu mendorong seseorang untuk melakukan SSA. Dan pastinya akan sangat menarik untuk diketahui.
- Psychological Reactance
[6]Psychological Reactance adalah keinginan yang dimiliki seseorang untuk mempertahankan hak dan kebebasannya. Lebih jelasnya, [7]Brehm (1966) mendefinisikan psychological reactance sebagai kecenderungan bagi seseorang untuk melawan dan mendapatkan kembali hak dan kebebasannya jika keduanya terancam.
Dan, bentuk tingkah laku yang sering muncul adalah dilakukannya tingkah laku yang berlawanan dari apa yang dituntutkan kepada orang tersebut.
Menilik kembali pada kisah manis Suryo dan Anna, kita tahu bahwa Suryo beberapa kali sempat gagal mempengaruhi Anna agar berhenti berkomunikasi dengan mantan kekasihnya. Dan, semua kegagalan terjadi karena Anna merasa bahwa dirinya sudah ‘dewasa’ dan sudah mampu berpikir tentang dirinya secara mandiri.
Di sinilah psychological reactance muncul dan menjadi salah satu faktor bagi Suryo untuk melakukan SSA.
Persepsi Anna akan dirinya sebagai ‘wanita dewasa’ membuat permintaan Suryo untuk berhenti berkomunikasi dengan mantan kekasihnya menjadi sebuah ancaman terhadap hak dan kebebasannya untuk berkomunikasi dengan siapapun.
Sehingga, ia melawan permintaan Suryo dengan tetap berkomunikasi dengan mantan kekasihnya. Dan, Suryo? Tentu saja penolakan yang ia terima.
- [8]Kecenderungan seseorang untuk tidak setuju dengan orang yang tidak disukainya, tidak sama dengannya, tidak satu grup dengannya, atau orang yang tidak menarik baginya. Pada kisah Suryo dan Anna, hal ini terlihat jelas pada penolakan Anna yang mempertanyakan pada Suryo dimana salahnya jika seseorang ingin menjalin silaturahmi dengan teman lama. Pernyataan Anna ini mengesankan bahwa Anna melihat Suryo sebagai seseorang yang tidak sama dengannya karena memiliki pendapat yang berbeda mengenai jalinan silaturahmi dengan mantan kekasih.
APAKAH SSA AKAN SELALU BERHASIL?
Melihat keberhasilan Suryo di dalam mempengaruhi Anna menggunakan SSA, akan menjadi wajar ketika setelahnya kita juga bertanya mengenai tingkat keberhasilan SSA. Tidak hanya Suryo dan Anna, pastinya sekarang kita akan mengingat-ingat kejadian sehari-hari yang sering kita alami.
Misalnya, seorang Ibu yang menyuruh anaknya bermain ketika anak tidak mau belajar untuk ujian, justru mendapati anaknya tidak jadi bermain dan memilih untuk belajar di rumah.
Atau, seorang penderita Diabetes yang memaksa ingin memakan makanan pantangannya, justru meletakkan kembali makanan tersebut setelah ‘diperintahkan’ untuk memakan pantangannya sebanyak-banyaknya.
Betul jika kemudian kita menyimpulkan bahwa banyak sekali SSA yang berhasil digunakan dengan baik.
Namun, kita perlu ingat bahwa setiap manusia merupakan individu yang unik.
Yang artinya bahwa,
Keberhasilan SSA yang dilakukan Suryo kepada Anna, belum tentu akan berhasil pada orang lainnya. Hal itulah yang pertama harus kita ingat sebelum memutuskan untuk melakukan SSA.
Berbalik kembali pada kisah Suryo dan Anna. Dari kisah tersebut, kita tahu bahwa Suryo membutuhkan banyak ‘keberanian’ sebelum akhirnya memutuskan untuk menggunakan SSA.
Suryo membutuhkan ‘keberanian’ karena ia tahu persis bahwa SSA yang dia lakukan kemungkinan berhasilnya tidak 100%. Ia paham betul bahwa terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi.
Satu kemungkinan terbaik yang ia inginkan, yakni Anna kembali padanya.
Dan kedua, adalah kemungkinan terburuk yang sangat ia hindari, yakni Anna setuju untuk mengakhiri hubungan dengannya.
Sama seperti Suryo, seseorang yang akan melakukan SSA, sebaiknya memahami betul bahwa SSA cukup beresiko. Pastinya terbayang di benak kita masing-masing bahwa SSA bukanlah strategi mempengaruhi orang lain yang bisa dilakukan sembarangan.
Pada kondisi ekstrem, resiko yang terjadi bisa lebih besar dibandingkan sekedar putusnya hubungan percintaaan. Misalnya, hilangnya nyawa seseorang karena kita menggunakan SSA secara sembarangan pada orang yang mengutarakan niatnya untuk mengakhiri hidup.
Knowles dan Lynn (2004) mengungkapkan bahwa dua hal berikut harus menjadi pertimbangan sebelum seseorang melakukan SSA :
- Orang yang akan melakukan SSA harus memahami betul siapa sasarannya. Artinya, orang tersebut sebelumnya harus memiliki data yang valid bahwa sasarannya memiliki kecenderungan atau akan bertindak berlawanan dari apa yang diminta orang lain kepadanya. Pada kisah Suryo dan Anna, kita tahu bahwa beberapa kali diminta secara langsung Anna justru melawan balik kepada Suryo dengan tetap melakukan tingkah laku yang sama. Suryo pun menjadikan hal ini sebagai salah satu pertimbangannya, bahwa berkaitan dengan mantan kekasihnya, Anna memiliki kecenderungan untuk bertindak berlawanan dari apa yang diminta.
- Orang yang akan melakukan SSA harus berpendirian kuat dan memastikan bahwa dirinya tidak akan merasa bersalah karena telah mengkhianati keyakinannya sendiri. Hal ini akan membuat orang tersebut bisa melakukan SSA dengan tenang dan mampu menyembunyikan tujuan utamanya dengan baik dari sasarannya. Perlu kita ketahui bahwa, kesan tenang saat kita melakukan SSA di depan sasasan kita akan membuat tingkat keberhasilan dari SSA meningkat.
Terakhir, setelah mendapatkan informasi menarik Reverse Psychology / SSA ini, ‘LUPAKANLAH’ niat Anda untuk kembali mengunjungi WondersPsychology.com ini.
Referensi:
[1] (MacDonald, 2011; dalam Nail, Di Domenico, & MacDonald, 2013)
[2] (Knowles & Rinner, 2007; Sinha & Foscht, 2007; dalam Nail, Domenico, & MacDonald, 2013)
[3] Resistance and Persuasion (Knowles & Lynn, 2004)
[4] Social Psychology 8th Edition (Myers, 2005)
[5] Proposal of a Double Diamond Model of Social Response (Nail, Di Domenico, & MacDonald, 2013)
[6] Proposal of a Double Diamond Model of Social Response (Nail, Di Domenico, & MacDonald, 2013)
[7] Proposal of a Double Diamond Model of Social Response (Nail, Di Domenico, & MacDonald, 2013)
[8] Proposal of a Double Diamond Model of Social Response (Nail, Di Domenico, & MacDonald, 2013)