Pimpinan. Atasan. Leader. Boss. Manager. Liima dari sekian banyak istilah yang sering kita gunakan untuk menyebut seorang pemimpin kelompok. Entah itu atasan kita di kantor, ketua asosiasi tempat kita bergabung, maupun pimpinan gank tempat kita bernaung.
Jika mendengar kelima kata di atas, sebenarnya apa sih yang langsung muncul di benak kita semua?
Seseorang yang suka memberi perintah.
Seseorang yang harus dituruti.
Seseorang yang menentukan tujuan dan arah gerak kelompok.
Seseorang yang tidak boleh ditentang.
Atau, seseorang yang mengatur segala gerak-gerik kita sebagai anggota kelompok.
Tak ada yang salah dari semua pandangan tersebut. Karena, memang tak jarang seorang pemimpin digambarkan dengan sosok yang demikian oleh berbagai media.
Salah satu penggambaran atasan yang mungkin cukup berkesan di benak kita adalah penggambaran sosok ‘Boss Man’ pada film Indonesia berjudul ‘My Stupid Boss’ (2016). Tentu kita masih ingat bagaimana film tersebut menggambarkan sosok si ‘Boss Man’ : 1) Memberi perintah tanpa peduli kesulitan yang dialami oleh anak buahnya; 2) Menelepon sosok Diana (anak buah yang menjadi sudut pandang utama dalam fim) di tengah malam untuk membicarakan soal pekerjaan; 3) Tidak mendengarkan keluhan anak buah terkait kendala pada fasilitas kerja, dan lain sebagainya. Bahkan, dalam film digambarkan bahwa banyak anak buah si ‘Boss Man’ yang akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri karena tidak kuat dengan pola tingkah laku boss mereka yang satu ini.
Tak ayal jika banyaknya penggambaran demikian membuat banyak orang secara tak sadar berpikir bahwa seorang atasan adalah sosok yang menyebalkan. Ditambah lagi dengan kesan tidak adanya keinginan pada seorang atasan untuk memahami kebutuhan anak buahnya. Tak mengherankan juga jika akhirnya quotes di bawah ini pun menjadi sering kita temukan di internet :
Tetapi, tahukah kita sebenarnya apa saja yang bisa membuat seorang atasan terlihat buruk atau tidak cocok dengan anak buahnya? Tentunya, bukan hanya karena karakteristik pribadinya. Bisa saja mereka terlihat buruk atau tidak cocok karena pola komunikasi yang salah. Atau…, bisa jadi karena gaya kepemimpinan yang tidak tepat dengan budaya perusahaan dan kondisi masing-masing anggota kelompok yang menjadi tanggung jawab mereka.
Banyaknya masalah managerial yang dilaporkan terjadi akibat gaya kepemimpinan ini ternyata mengundang minat banyak praktisi (secara khususnya di bidang Psikologi) untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gaya kepemimpinan. Dan, salah satu gaya kepemimpinan yang cukup popular belakangan ini adalah : SERVANT LEADERSHIP.
APA ITU SERVANT LEADERSHIP?
Servant leadership merupakan sebuah konsep lama yang dipopulerkan oleh Robert K. Greenleaf melalui essay-nya yang terbit pada tahun 1970 (greenleaf.org). Secara umum, dalam essay-nya tersebut, Greenleaf menuliskan bahwa seorang servant-leader adalah seorang pemimpin yang memiliki fokus utama untuk mengembangkan dan memperhatikan kesejahteraan anggota kelompoknya (greenleaf.org). Ketika gaya kepemimpinan yang lebih tradisional berkaitan erat dengan kekuasaan yang dipegang seseorang yang berada pada titik puncak, servant leadership justru berbeda. Seorang servant leader lebih berfokus untuk melakukan delegasi (pembagian kekuasaan), mengutamakan kebutuhan anggota kelompoknya, dan membantu setiap anggota kelompok untuk berkembang dan berperforma setinggi mungkin (greenleaf.org).
Berikut merupakan 10 karakteristik yang membedakan seorang servant leader dengan leader yang lain (c.ymcdn.com):
- Kemampuan untuk Mendengarkan—seorang servant leader paham betul bahwa kemampuan untuk mendengarkan seseorang secara efektif merupakan hal yang sangat penting. Bagi mereka, mendengarkan pesan tersirat dan tersurat dari setiap anggota kelompok merupakan yang memiliki peran penting terhadap kesejahteraan psikis mereka.
- Empati—seorang servant leader memiliki kemampuan yang baik untuk bisa memahami anggota kelompoknya sebagai individu, baik itu perasaan maupun sudut pandang mereka. Mereka paham betul bahwa setiap orang memiliki kebutuhan untuk diterima dan diakui sebagai individu yang unik. Terlepas dari segala kekurangan dan kesalahan yang pernah mereka perbuat.
- Menyembuhkan (Healing)—seorang servant leader memiliki kemampuan yang baik untuk bisa memperbaiki kondisi emosional maupun spiritual anggota kelompoknya. Mereka sadar bahwa setiap orang memiliki ‘luka’nya tersendiri dan mereka tidak keberatan untuk membantu karena kesehatan emosional merupakan hal yang penting bagi seseorang untuk bisa berfungsi dengan optimal.
- Kesadaran Diri—seorang servant leader memiliki pemahaman yang baik terhadap nilai, perasaan, kekuatan, dan kelemahan dirinya sendiri.
- Persuasi—seorang servant leader membuat anggota kelompok mengerjakan tugas mereka dengan kemampuan persuasi yang baik. Ia mampu membuat anggota kelompoknya mengerti bahwa tugas yang mereka emban sangat penting untuk bisa diselesaikan dengan baik. Mereka membuat anggota kelompok mengerjakan sesuatu bukan dengan memberi perintah secara langsung apalagi micromanaging, tetapi dengan mengajak mereka untuk melakukannya bersama-sama.
- Konseptualisasi—seorang servant leader memiliki kemampuan yang baik untuk mengintegrasikan kondisi saat ini dengan kondisi yang mungkin muncul di masa depan. Mereka fokus untuk mencari keseimbangan di antara rutinitas sehari-hari dengan konsep yang mereka miliki tentang masa depan.
- Meramalkan Masa Depan—seorang servant leader memiliki intuisi yang baik untuk belajar dari masa lalu, mempertimbangkan realita saat ini, dan memperkirakan konsekuensi yang akan muncul di masa depan. Mereka memiliki keyakinan bahwa selalu ada benang merah yang menghubungkan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
- Kemampuan untuk Melayani—seorang servant leader merupakan seorang ‘pelayan’ yang memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan sumber daya organisasi untuk tujuan yang lebih baik di masa depan.
- Komitmen untuk Mengembangkan Orang Lain—seorang servant leader memperhatikan apa saja kebutuhan (personal, professional, dan spiritual) anggota kelompok yang harus ia penuhi sehingga anggota kelompok tersebut bisa berkembang menjadi lebih baik. Mereka paham bahwa seorang anggota kelompok seyogyanya memiliki nilai intrinsic sebagai seorang pribadi yang unik. Dan, bagi para servant leader, nilai ini lebih berharga dibandingkan pekerjaan sehari-hari yang mereka kerjakan untuk perusahaan.
- Membangun Komunitas—seorang servant leader paham bahwa kehidupan sebagai anggota dari sebuah institusi merupakan suatu hal yang membawa perubahan yang cukup besar bagi hidup seseorang. Oleh karena itu, seorang servant leader akan selalu berusaha untuk mengidentifikasi cara untuk bisa membangun komunitas yang hangat di dalam institusinya. Mereka paham bahwa setiap orang perlu mendapat ‘pendampingan’ yang tepat untuk bisa beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi di dalam hidup mereka.
APA SAJA YANG BISA KITA LAKUKAN UNTUK BISA MENJADI SEORANG SERVANT LEADER?
Dikutip dari forbes.com, terdapat 4 hal nyata yang bisa kita lakukan sebagai atau agar bisa menjadi seorang servant leader, yaitu :
Biarkan anggota kelompok melihat bahwa kita sedang melayani, lalu ajaklah mereka.
Meminta seseorang untuk mengerjakan sesuatu tidak harus dengan cara memberikan perintah. Hal tersebut juga bisa kita lakukan dengan cara memberikan contoh tingkah laku secara nyata kepada para anggota kelompok. Lakukanlah kegiatan ‘melayani’ tepat di depan mereka. Tunjukkanlah bagaimana kegiatan ‘melayani’ sebaiknya dilakukan dan apa yang akan mereka dapatkan dari kegiatan ‘melayani’. Mereka yang tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, akan mendapatkan banyak pelajaran dari hal tersebut.
Pastikan bahwa para anggota kelompok tahu bahwa kita peduli.
Tentunya kita semua pernah mendengar pepatah lama berikut :
“They don’t care how much you know until they know how much you care.”
Mereka tidak peduli dengan seberapa banyak Anda tahu sampai mereka tahu betapa pedulinya Anda.
Sangat penting bagi seorang pemimpin untuk mengetahui pepatah di atas dan arti yang ada di baliknya. Perhatikanlah anggota kelompok dan tunjukkanlah kepada mereka bahwa kita benar-benar mempedulikan mereka. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan kepedulian : hadiah kecil-kecilan, acara makan malam bersama yang ramah, atau mungkin sekedar ucapan terima kasih setiap kali para anggota kelompok melakukan tugas mereka. Kepedulian tidak selalu muncul dalam hal yang besar maupun janji yang muluk-muluk. Cukup lakukan hal kecil secara konsisten dan kita sudah tidak perlu khawatir lagi dengan loyalitas para anggota kelompok.
Investasikan waktu kita pada para anggota kelompok.
Waktu adalah investasi terbesar yang bisa kita berikan sebagai seorang pemimpin karena waktu adalah bukti nyata sebuah kepedulian. Percayalah bahwa setiap anggota kelompok memiliki keinginan yang besar untuk bisa menghabiskan waktu dengan kita. Menghabiskan waktu berkualitas dengan para anggota kelompok akan mempengaruhi kinerja mereka. Tak hanya terbatas pada pembicaraan terkait pekerjaan, kita juga bisa menghabiskan waktu bersama mereka untuk mengenal mereka secara pribadi. Jangan lupa untuk menunjukkan juga pada mereka bahwa kita tertarik pada mereka sebagai seorang individu yang unik. Dale Carnegie dalam bukunya “How to Win Friends and Influence People” pernah menuliskan quotes tentang ketertarikkan pada orang lain :
Dikutip dari forbes.com, terdapat 4 hal nyata yang bisa kita lakukan sebagai atau agar bisa menjadi seorang servant leader, yaitu :
Percayalah bahwa ketertarikkan kita pada orang lain akan memberikan kita ‘buah yang manis’ baik sebagai seorang pemimpin maupun sebagai seorang individu secara pribadi.
Jangan pernah membatasi keinginan kita untuk melayani.
Siapa bilang seorang pemimpin sudah tidak pantas lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan yang terkesan ‘remeh-temeh’? Seorang servant leader tidak akan keberatan untuk membersihkan toilet dengan tangannya sendiri jika dibutuhkan. Bagi mereka, tidak ada pekerjaan yang tidak pantas mereka lakukan dalam posisi mereka sebagai seorang pemimpin. Para anggota kelompok sangat sensitif pada hal yang satu ini. Jika mereka mendeteksi ketidakinginan kita untuk melakukan hal-hal kecil, maka percayalah bahwa jarak di antara kita dengan mereka akan menjadi semakin jauh.
Melalui Servant Leadership kita belajar bahwa menjadi pemimpin tidak harus berada pada puncak kekuasaan dan memegang penuh hak pengambilan keputusan. Dikutip dari www.bretlsimmons.com , sebuah penelitian mengenai Servant Leadership menunjukkan sebuah bukti bahwa setiap pemimpin sebaiknya mengembangkan kemampuan Servant Leadership-nya. Seperti misalnya bertingkah laku sesuai etika, mendahulukan kepentingan anggota kelompok, memberdayakan (empowering) anggota kelompok, memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk berkembang, dan jangan lupa mengajarkan kepada mereka untuk melakukan hal yang sama. Tunjukkan pada mereka bahwa kita tidak hanya peduli pada pencapaian kelompok, tetapi juga pada mereka sebagai seorang individu. Lakukanlah secara konsisten dan rasakanlah dampak nyata yang terjadi pada kelompok yang kita pimpin. Selamat mencoba!
REFERENSI:
www.greenleaf.org/what-is-servant-leadership/
https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2017/07/19/servant-leadership-how-to-put-your-people-before-yourself/#2e032c5066bc
https://www.regent.edu/acad/global/publications/jvl/vol1_iss1/Spears_Final.pdf
trainingindustry.com/magazine/mar-apr-2018/improving-team-effectiveness-through-servant-leadership/
https://c.ymcdn.com/sites/www.a4pt.org/resource/dynamic/forums/20141118_213556_12077.pdf
http://www.bluefield.edu/bluefield-college-blog/10-characteristics-of-servant-leadership/
www.bretlsimmons.com/2011-04/more-evidence-for-servant-leadership-and-team-performance/